Syekh Puji dalam Potret
Oleh; A.Syathiby
Surabaya, 12 November 2008.
Pernikahan Syekh Puji dengan Luthfiana mestinya tidak perlu jadi polemik. Alasannya, secara hukum Islam pernikahan itu sah, kendati sang mempelai perempuan berusia 12 tahun.
Dalam melihat persoalan fenomenal yang mencuat mencuat ke permukaan lewat media dalam kasus syekh Puji, penulis akan mencoba menggunakan beberapa pendekatan, antara lain;
a. Agama.
Pernikahan Syekh Puji dalam perspektif agama Islam sebagai agama yang dianut olep Pujiono dan Luthfiana Ulfa, adalah sah. mengingat pernikahan beda usia baik dengan isteri yang lebih tua ataupun isteri yang lebih muda, kedua hal tersebut dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Sejarah mencatat bahwa Sayyidah Aisyah adalah isteri Nabi yang termuda. Secara garis besar ada dua versi tentang usia Sayyidah Aisyah ketika dinikahi oleh Rasulullah SAW.
Versi yang masyhur mengatakan bahwa Rasul SAW menikahi Sayyidah Aisyah ketika berusia 6 atau 7 tahun, dan tinggal serumah sebagai suami-isteri saat berusia 9 atau 10 tahun sampai Rasulullah wafat pada waktu Sayyidah Aisyah berusia 18 tahun. Keterangan ini termaktub dalam kitab Shahihain, Sunan Abi Dawud, juga Sirah Nabawiyah li Ibni Hisyam. Sedangkan versi yang lain menyebutkan bahwa kala itu Sayyidah Aisyah berusia
Menurut Tabari: Keempat anak Abu Bakr RA dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah, artinya pre-610 M. (Tarikh alMamluk, alTabari, Jilid 4, hal.50). Tabari meninggal 922 M. Jika St ‘Aisyah dinikahkan dalam umur 6 tahun berarti St ‘Aisyah lahir tahun 613 M. Padahal menurut Tabari semua keempat anak Abu Bakr RA lahir pada zaman Jahiliyah, yaitu pada tahun sebelum 610 M. Alhasil berdasar atas Tabari St ‘Aisyah RA tidak dilahirkan 613 M melainkan sebelum 610. Jadi kalau St ‘Aisyah RA dilahirkan sebelum 610 M dan dinikahkan tahun 620 M, maka beliau dinikahkan pada umur di atas (620 - 610) = di atas 10 tahun dan hidup sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW dalam umur di atas (10 + 3) = di atas 13 tahun. Jadi kalau di atas 13 tahun, dalam umur berapa? Untuk itu marilah kita menengok kepada kakak perempuan St ‘Aisyah RA, yaitu Asmah.
Menurut Abd alRahman ibn abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari St ‘Aisyah RA (alZ ahabi, Muassasah alRisalah, Jilid 2, hal.289). Menurut Ibn Hajar alAsqalani: Asmah hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah (Taqrib al Tahzib, Al-Asqalani, hal.654).
Alhasil, apabila Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asmah berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga St ‘Aisyah berumur (27 atau 28) - 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah, dan itu berarti St ‘Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu berumur 19 atau 20 tahun.
KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu 610 M:
turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
Bukti #2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya "
(Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah.
Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun... Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol.
4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN:
Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l- tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wahiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN:
Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
Bukti #7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)"
Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin".
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan:
Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan."
Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.
Bukti #8. Text Qur'an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu.
Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.
Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kimpoi.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah.
Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.
Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya.
Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.
Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an.
Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.
KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
Bukti #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan. Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun. Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN:
Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
Secara hukum Islam tidak ada nash sharih yang membatasi umur salah satu pengantin laki-laki atau perempuan dalam nikah. Hal itu diperkuat oleh tindakan Rasulullah Saw. yang menikahi Aisyah di usia enam atau tujuh tahun, dan menjadikan hubungan suami-istri ketika Aisyah berusia sembilan tahun. Ini pendapat yang kuat.
Dalam literatur-literatur kitab Fiqh Islam masalah ini juga dibahas. Penulis belum menemukan pendapat ulama yang tidak membolehkan adanya pernikahan anak kecil. Banyak contoh-contoh pernikahan anak kecil. Dan hukum perceraiannya juga dibicarakan. Terlebih lagi, pernikahan fenomenal ini dilakukan ketika mempelai wanita (Luthfiana Ulfa) berusia 12 tahun yakni sudah baligh,[1] dan dengan sukarela, berdasarkan pernyataan Luthfiana pada sebuah media massa, yang mana ia menolak berpisah dengan Syekh Puji.[2]
Adapun mengenai pelarangan pernikahan anak kecil, karena tradisi, adat istiadat atau budaya setempat. Hukum di luar Islam seperti adat, budaya, HAM Barat dan sebagainya mengatakan, kenapa harus menikah dengan anak kecil. Lalu perbuatan itu diangap melanggar HAM, padahal, Islam tidak melihat pernikahan dengan anak kecil itu melanggar hukum dan HAM, bahkan diperbolehkan. HAM-lah yang melanggar hukum Islam.
Soal aturan Undang-undang, selama aturan itu berlawanan dengan hukum Islam, maka tidak bisa dijadikan acuan. Untuk konteks Indonesia, hukum nikah tak mesti merujuk Undana-undang, karena ada yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam. Jadi pernikahan Puji-Luthfiana sah secara hukum Islam.[3]
“Agama Islam mengajarkan kebaikan bukan keburukan. Coba diperhatikan dengan seksama tentang pernikahan yang dilakukan Syekh Puji. Dia malah mengangkat derajat perempuan yang dinikahinya dengan cara mengangkat istrinya menjadi general manager di sebuah perusahaan yang dipimpinnya, dan dalam Islam, wanita yang sudah haid (menstruasi) boleh dinikahi.
Orang-orang yang menghujat pernikahan Syekh Puji, akan tetapi dengan tanpa menutup mata dan menuliikan telinga, coba kita lihat, dengarkan serta perhatikan, berapa banyak anak yang telah menjadi budak seks, apa ada yang peduli. Kenapa pernikahan yang sah mesti diperdebatkan? Marilah kita berpikir jernih dan proporsional melihat permasalahan ini.
Sebaiknya Komnas PA memperhatikan berapa banyak anak yang menjadi budak seks, diperjualbelikan dan menjadi pemuas nafsu pria hidung belang tersebut, bukan mengurus hal seperti ini.
Adakah Batasan minimal Usia Menikah dalam Alquran?
Untuk mengetahui hal tersebut, tentunya dengan mencari ayat al-Quran yang mencantumkan lafazh-lafazh yang mengindikasikan hal tersebut. Di antaranya adalah firman Allah dalam Surat al-Nisa’[4] ayat 6 sebagai berikut:
وابتلوا اليتامى حتى إذا بلغوا النكاح ... الأية (النساء : ٦)
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin …” Q.S. al-Nisa’ [4]: 6.[4]
Firman Allah بلغوا النكاح yang dimaksud adalah ketika mereka sampai pada usia baligh. Berdasarkan riwayat hadis dari Mujahid, dengan redaksi حتى إذا احتلموا ‘sehingga mereka ihtilam (mimpi basah yang menjadi salah satu tanda balighnya seseorang).[5] Hadist senada juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Zaid. Dan dikuatkan dengan adanya ayat lain yaitu firman Allah Q.S. al-Nur [24] : 59,
وإذا بلغ الأطفال منكم الحلم فليستأذنوا ... الأية (النور: ٥٩)
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin …“ Q.S. al-Nur [24] : 59.[6]
Dalam literatur tafsir, ayat dalam surat al-Nur tersebut, menjelaskan ayat sebelumnya yang ada pada surat al-Nisa’. Sehingga dengan demikian menjadi jelas bahwa usia menikah dalam al-Qur’an adalah usia baligh. Al-Qurthubi, dalam tafsirnya menerangkan bahwa baligh seseorang dapat diketahui dengan lima ciri, yang 3 ada pada laki-laki dan perempuan, sedangkan yang 2 hanya ada pada wanita saja, yaitu haidl (menstruasi) dan hamil.[7]
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa batas minimal usia menikah adalah usia baligh yang mana para fuqaha merinci hal ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Jejak pernikahan Nabi dengan Aisyah.
Selain menikah dengan Khadijjah, yaitu dimasa setelah wafatnya sang istri tercinta, Nabi Muhammad juga telah melangsungkan pernikahan secara berturut-turut dengan Saudah binti Zam’ah, ‘Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Khuzaimah, Hafshah binti Umar bin Khattab, Ummu Salamah, Juwairiyah binti al-Harits, Zainab binti Jahsy, Saffiyah binti Huyai bin Khattab, Ummu Habibah alias Ramlah binti Abu Sofyan, Mariatul Qibthiyyah dari Mesir dan terakhir dengan Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyyah alias Barrah sekitar tahun ketujuh Hijriyah (629 Masehi).
Sahih Muslim
عن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم تزوجها وهى بنت سبع سنين وزفت إليه وهى بنت تسع سنين ولعابها معها ومات عنها وهى بنت ثمان عشرة
Dari ‘A’isha (mengatakan) bahwa Rasulullah (saw) menikahi beliau ketika beliau berusia tujuh tahun, dan beliau dibawa ke rumah Nabi sebagai pengantin ketika berusia sembilan tahun, dan boneka2nya ikut bersamanya; dan beliau (sang Nabi) wafat ketika ‘A’isha berusia delapan belas tahun.[8]
Rasulullah saw mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah: ”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata: ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu, lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
Dikisahkan oleh ‘Aisha: Bahwa sang Nabi menikahinya ketika ia berusia enam tahun dan sang Nabi menyetubuhinya ketika dia berusia sembilan tahun, dan dia terus bersama sang Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi mati).
Sahih Muslim
عن عائشة قالت تزوجنى النبي صلى الله عليه وسلم وأنا بنت ست سنين وبنى بى وأنا بنت تسع سنين
Dari ‘A’isyah, beliau berkata: Rasulullah (saw) menikahiku ketika aku berusia enam tahun, dan aku diterima di rumahnya pada waktu aku berusia sembilan tahun.[9]
Sahih Bukhari
عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم تزوجها وهى بنت ست سنين وأدخلت عليه وهى بنت تسع ومكثت عنده تسعا
Dari ‘Aisyah: bahwasanya Sang Nabi saw menikah dengan ‘Aisha ketika beliau berusia enam tahun dan menyetubuhinya ketika beliau berusia sembilan tahun dan beliau tinggal bersama sang Nabi selama sembilan tahun.[10]
Shahihain :
عن عائشة رضى الله عنها قالت: تزوجنى النبي صلى الله عليه وسلم وأنا بنت ست سنين فقدمنا المدينة فنزلنا فى بنى الحارث بن خزرج فوعكت فتمرق شعرى فوفى جميمة فأتتنى أمى أم رومان وإنى لفى أرجوحة ومعى صواحب لى فصرخت بى فأتيتها لا أدرى ما تريد بى فأخذت بيدى حتى أوقفتنى على باب الدار وإنى لأنهج حتى سكن بعض نفسى ثم أخذت شيئا من ماء فمسحت به وجهى ورأسى ثم أدخلتنى الدار فإذا نسوة من الأنصار فى فقلن على الخير والبركة وعلى خير طائر فأسلمتنى إليهن فأصلحن من شأنى فلم يرعنى إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم ضحى فأسلمتنى إليه وأنا يومئذ بنت تسع سنين.
Dikisahkan oleh Aisha: Sang Nabi bertunangan denganku ketika aku masih seorang gadis kecil berusia enam (tahun). Kami pergi ke Medina dan tinggal di rumah Bani-al-Harithn bin Khazraj. Lalu aku sakit dan rambutku rontok. Tak lama kemudian rambutku tumbuh (lagi) dan ibuku, Um Ruman, datang padaku ketika aku bermain ayunan bersama beberapa dari kawan perempuanku. Ibu memanggilku, aku pergi menghadapnya, tidak tahu apa yang dia inginkan dariku. Ibu memegang tanganku dan membawaku berdiri di depan pintu rumah. Aku tak bisa bernafas, dan ketika aku bisa bernafas lagi, dia (Ibu) mengambil air dan membilas wajah dan kepalaku. Lalu dia membawaku masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah kulihat perempuan2 Ansari yang berkata, “Salam sejahtera dan Berkat Allah dan semoga selamat.” Lalu dia (Ibu) menyerahkanku kepada mereka dan mereka mempersiapkanku (untuk perkawinan). Secara tak terduga, Rasul Allah datang padaku di pagi hari dan ibuku menyerahkanku kepadanya, dan pada saat itu aku adalah seorang gadis berusia sembilan tahun.[11]
Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menikahi Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq di Makkah ketika Aisyah berumur tujuh tahun dan menggaulinya di Madinah ketika ia berusia sembilan atau sepuluh tahun. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menikahi perempuan gadis selain Aisyah binti Abu Bakar. Beliau dinikahkan dengan Aisyah oleh Abu Bakar dengan mahar empat ratus dirham.
SIRAH NABAWIYAH IBNU HISYAM JILID 2
Penulis: Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri,
Penerjemah: Fadhli Bahri, Lc.;
Cetakan V, Darul Falah Jakarta, 2006
704 him; 15,5×24 cm.
Judul Asli: As-Sirah An-Nabawiyah li Ibni Hisyam
Penerbit: Darul Fikr, Beirut 1415 H/l994 M
ISBN 979-3036-17-6632 —Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam-Il
Pernikahan Dengan Nabi
(halaman : 13)
Rasulullah menikahi Aisyah saat dia berusia 6 atau 7 tahun. Beliau mengumpuli , nya saat usianya 9 tahun. Dan Rsulullah wafat saat ‘Aisyah berusia I5 tahun. (HR. Riwayat Muslim).
“Aisyah berkata, ” Rasulullah menikahiku saat aku berumur 6 (enam) tahun dan mengumpuliku saat aku berusia 9 (sembilan) tahun.” Dia berkata, “Kami dan datang ke Madinah, dan kau sakit panas.1. selama satu bulan,kemudian rambutku telah tumbuh kembali hingga kedua telingaku..Ummu Ruman mendatangiku di saat aku berada di ayunan bersama teman-temanku. Dia berteriak memanggilku, aku pun datang, tak tahu apa yangt diinginkan dariku. Maka dia menghentikanku di depan pintu. maka aku berkata, ” hah hah, hingga nafaskn habis.” Kemudian dia memasukkanku ke dalam sebuah rumah yang ternyata, di dalamnya banyak kaum perempuan dari anshar. Mereka berkata, “Semoga senantiasa dalam kebaikan penuh barakah dan dikaruniai nasib yang baik.” Maka aku diserahkan kepada mereka, kemudian mereka memandikan kepalaku dan menghiasiku, tidak pernah aku dikejutkan atas kedatangan seseorang dengan tiba-tiba kecuali saat kedatangan Rasulullah di waktu dhuha, kemudian mereka menyerahkanku kepada-nya.” (Mutafaqun ‘alaihi).
Judul Asli:
‘Atsyah Qudwatun Nisaa’ul Mu’minin wa Habiibatu Rasuulu Rabbul ‘Aalamiin
Penulis: Khalld Abu Shaleh | Edisi Indonesia:
UMMUL MU’MININ ‘
Penerjemah: Wafi’ Zaanuddin Lc,
Editor; Team At-Tibyan
Desain Sampul: Team At-Tibyan Layoiil Team At-Tibyar;
Penerbil: At-Tibyan - Sola Jl. KyaJ Mojo 5B, Solo, 57117
telp./Fax (0271| 652540
email: pustaka@at-tibyan.com, http://www.at-tibyan.com
Sahih Bukhari Volume 7, Buku 62, Nomer 64
FAKTA YANG MERUNTUHKAN IMAN!
Aisyah menceritakan berapa umurnya ketika menikah dengan Nabi, ia berkata, “Rasul menikahiku ketika aku berumur enam tahun dan aku masuk bersamanya ketika umur sembilan tahun, Aku pernah bermain ayunan kemudian Nabi mendatangi-ku untuk mengambil dan mempersiapkanku masuk rumahnya, dan gambarku diperlihatkan dalam sutra.” (HR Abu Dawud)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memulai hari-harinya bersama Rasulullah sejak berumur 9 tahun. Mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang diliputi suasana Nubuwwah. Rumah kecil yang disamping masjid itu memancarkan kedamaian dan kebahagiaan walaupun tanpa permadani indah dan gemerlap lampu yang hanyalah tikar kulit bersih sabut dan lentera kecil berminyak samin (minyak hewan).
Menyusuri jejak pernikahan Nabi dengan Aisyah.
Selain menikah dengan Khadijjah, yaitu dimasa setelah wafatnya sang istri tercinta, Nabi Muhammad juga telah melangsungkan pernikahan secara berturut-turut dengan Saudah binti Zam’ah, ‘Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Khuzaimah, Hafshah binti Umar bin Khattab, Ummu Salamah, Juwairiyah binti al-Harits, Zainab binti Jahsy, Saffiyah binti Huyai bin Khattab, Ummu Habibah alias Ramlah binti Abu Sofyan, Mariatul Qibthiyyah dari Mesir dan terakhir dengan Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyyah alias Barrah sekitar tahun ketujuh Hijriyah (629 Masehi).
Dari berbagai pernikahannya itu, Rasulullah SAW tidak mendapatkan keturunan kecuali dari Mariatul Qibthiyyah yang merupakan hadiah dari seorang Gubernur Mesir Maukakis. Ummul Mukminin Maria melahirkan seorang putera yang oleh Rasul diberinya nama Ibrahim. Sayang usianya tidak lama, beliau hanya hidup selama 18 bulan sebelum akhirnya wafat.
Pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah termasuk peristiwa yang kontroversial, tidak hanya bagi kalangan orientalis dan musuh-musuh Islam dari berbagai kalangan tetapi juga oleh para ahli sejarah Islam sendiri. Seperti tertuang dalam banyak riwayat bahwa usia beliau ketika dinikahi oleh Nabi adalah antara 7 sampai 9 tahunan saat dimana putri Abu Bakar tersebut masih asyik bermain dengan bonekanya.
Imam Bukhari sendiri mencatat perkataan dari ‘Aisyah, “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa Arab) ketika surah Al-Qamar diturunkan” (lihat: Lihat Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr). Sementara surah AL-Qamar (yaitu surah ke-54 dari Al-Quran) diturunkan kepada Nabi pada tahun ke delapan sebelum hijriyah atau pada tahun 614 M (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985). jika ‘Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 tahun (yaitu antara rentang tahun 623 M atau 624 Masehi), maka pada saat Surah Al-Qamar diturunkan ‘Aisyah tentunya masih bayi yang baru lahir (shibyah dalam bahasa Arab).
Sedangkan menurut riwayat Bukhari sebelumnya, ‘Aisyah saat itu justru sudah sebagai seorang gadis muda, bukan bayi yang baru lahir. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain-main. Jadi, ‘Aisyah, telah menjadi Jariyah bukan sibyah (bayi), dengan demikian usianya bukan dalam rentang 6 hingga 13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, melainkan antara usia 14 sampai 21 tahunan.
Salah satu harian Inggris, Daily Telegraph, dalam salah satu edisinya memuat sebuah artikel yang ditulis oleh Charles Moore tentang Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam. Diantara isinya adalah menggugat cerita pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah . Misalnya Moore berkata, “Apakah Nabi Muhammad adalah seorang pengidap paedophile ? Paedophile berasal dari bahasa Yunani Paidophilia, Pais artinya anak kecil dan philia berarti cinta atau teman dekat. Paedophile secara umum dimaknai sebagai penyakit kelainan seksual yang melanda orang dewasa dimana mereka merasa puas melakukan hubungan intim dengan anak-anak kecil.
Mantan Presiden organisasi Islamic Society of North America (ISNA) dan Direktur Islamic Society of Orange County, Garden Grove, California, Dr. Muzammil H. Siddiqi menyatakan bila sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan, berapa sebenarnya umur ‘Aisyah saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW. Beliau mengatakan, “Dalam sejarah, tidak ada yang memastikan bahwa ia berusia 9 tahun ketika menjadi istri Nabi. Informasi yang ada hanya menyebutkan antara 9 sampai 24 tahun. Tapi kedewasaan ‘Aisyah, tingkat pengetahuannya dan kontribusinya selama hidup Nabi Muhammad dan setelah wafatnya, mengindikasikan bahwa ‘Aisyah bukan gadis berusia 9 tahun yang biasa, dan seharusnya usianya lebih dari itu.”
Selanjutnya sang Profesor juga mengungkapkan bahwa pada saat itu, Nabi Muhammad bukanlah pria pertama yang melamar ‘Aisyah binti Abu Bakar. Sebelumnya, seseorang yang bernama Jubair bin Mut’am yang menurut Imam Thabarani, Jubair bin Mut’am adalah tunangan ‘Aisyah sebelum Abu Bakar memeluk Islam, pertunangan itu diputuskan sepihak oleh Jubair karena dia tidak suka dengan keislaman Abu Bakar. Peristiwa tersebut terjadi ketika Abu Bakar hendak berhijrah ke Habsyah pada tahun 615 Masehi atau 7 tahun sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya yang bernama Kitabu’l-maghazi (lihat: Kitabu’l-maghazi, Bab ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b) manakala perang Uhud meletus, Nabi Muhammad melarang Ibnu Umar untuk turut serta dalam peperangan dengan alasan bahwa usianya ketika itu baru empat belas tahun. Ibnu Umar baru diperbolehkan oleh Nabi untuk ikut berperang ketika pecah perang Khandaq sebab saat itu usianya sudah lima belas tahun. Sedangkan Ummul Mukminin ‘Aisyah justru telah mengikuti pertempuran Badar dan Uhud bersama Nabi sehingga kesimpulan sementara yang bisa diperoleh adalah usia ‘Aisyah kala itu pasti diatas empat belas tahun.
Ibnu Katsir mengatakan didalam kitabnya Al-Bidayah wa al-nihayah, Vol 8, hal 372 bila Asma adalah kakak Aisyah (lihat: Asma lahir dari pernikahan Abu Bakar dengan Qutailah binti Abd al-Uzza bin Abd bin As’ad dimasa jahiliah sedangkan ‘Aisyah terlahir dari hasil pernikahan Abu Bakar dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah). Asma wafat dalam tahun 73 Hijriah (695 Masehi) saat berusia 100 tahun, perbedaan usia Asma dengan ‘Aisyah adalah 10 tahun. Beranjak dari usia Asma tersebut maka pada tahun 622 Masehi atau tahun 1 Hijriah usia Asma tentu 27 tahun dan ‘Aisyah berusia 17 tahun. Ketika ‘Aisyah serumah dengan Rasul pada tahun 623 Masehi atau tahun ke-2 Hijriah berarti usia ‘Aisyah sudah 18 tahun.
Bagaimanapun persoalannya yang digugat oleh musuh-musuh Islam, termasuk soal usia ‘Aisyah ketika menikah dengan Nabi SAW tersebut, satu hal penting yang perlu menjadi catatan tersendiri adalah bila pernikahan antara ‘Aisyah dan Nabi Muhammad SAW tidak pernah diperdebatkan oleh sahabat atau para musuh Nabi sendiri yang hidup pada jamannya.
UMUR BERAPA AISYAH MENIKAH?
Penulis itu mendapatkan umur 7 tahun dari hadits seperti berikut ini :
Sahih Muslim Book 008, Number 3311.
‘A’isha (Allah berkenan padanya) mengatakan bahwa Rasulullah (saw) menikahi dia ketika dia berusia tujuh tahun, dan dia dibawa ke rumah Nabi sebagai pengantin ketika berusia sembilan tahun, dan boneka2nya ikut bersamanya; dan dia (sang Nabi) mati ketika ‘A’isha berusia delapan belas tahun.
Sunan Abu-Dawud Book 41, Number 4915, also Number 4916 and Number 4917.
Dinyatakan Aisha, Ummul Mu’minin: Sang Rasul Allah menikahiku ketika aku berusia tujuh atau enam tahun. Ketika kami tiba di Medina, beberapa perempuan datang, menurut versi Bishr: Umm Ruman datang padaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka memandangku, mempersiapkanku, dan mendandaniku. Kemudian aku dibawa ke Rasul Allah, dan ia hidup bersamaku sebagai suami istri ketika aku berusia sembilan tahun. Ia (Umm Ruman) menghentikanku di pintu, dan aku meledak tertawa.
Rasulullah saw mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah: ”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata: ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu, lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari ‘Aisyah radilayallahu ‘anha)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memulai hari-harinya bersama Rasulullah sejak berumur 9 tahun. Mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang diliputi suasana Nubuwwah. Rumah kecil yang disamping masjid itu memancarkan kedamaian dan kebahagiaan walaupun tanpa permadani indah dan gemerlap lampu yang hanyalah tikar kulit bersih sabut dan lentera kecil berminyak samin (minyak hewan).
Di rumah kecil itu terpancar pada diri Ummul Mukminin teladan yang baik bagi istri dan ibu karena ketataatannya pada Allah, rasul dan suaminya. Kepandaian dan kecerdasannya dalam mendampingi suaminya, menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintainya. Aisyah menghibur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintainya. Aisyah menghibur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedih, menjaga kehormatan diri dan harta suami tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berda’wah di jalan Allah.
Wallahu’alam bishowwab.
Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menikahi Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq di Makkah ketika Aisyah berumur tujuh tahun dan menggaulinya di Madinah ketika ia berusia sembilan atau sepuluh tahun. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menikahi perempuan gadis selain Aisyah binti Abu Bakar. Beliau dinikahkan dengan Aisyah oleh Abu Bakar dengan mahar empat ratus dirham.
SIRAH NABAWIYAH IBNU HISYAM JILID 2
Penulis: Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri,
Penerjemah: Fadhli Bahri, Lc.;
Cetakan V, Darul Falah Jakarta, 2006
704 him; 15,5×24 cm.
Judul Asli: As-Sirah An-Nabawiyah li Ibni Hisyam
Penerbit: Darul Fikr, Beirut 1415 H/l994 M
ISBN 979-3036-17-6632 —Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam-Il
Pernikahan Dengan Nabi
(halaman : 13)
Rasulullah menikahi Aisyah saat dia berusia 6 atau 7 tahun. Beliau mengumpuli , nya saat usianya 9 tahun. Dan Rsulullah wafat saat ‘Aisyah berusia I5 tahun. (HR. Riwayat Muslim).
“Aisyah berkata, ” Rasulullah menikahiku saat aku berumur 6 (enam) tahun dan mengumpuliku saat aku berusia 9 (sembilan) tahun.” Dia berkata, “Kami dan datang ke Madinah, dan kau sakit panas.1. selama satu bulan,kemudian rambutku telah tumbuh kembali hingga kedua telingaku..Ummu Ruman mendatangiku di saat aku berada di ayunan bersama teman-temanku. Dia berteriak memanggilku, aku pun datang, tak tahu apa yangt diinginkan dariku. Maka dia menghentikanku di depan pintu. maka aku berkata, ” hah hah, hingga nafaskn habis.” Kemudian dia memasukkanku ke dalam sebuah rumah yang ternyata, di dalamnya banyak kaum perempuan dari anshar. Mereka berkata, “Semoga senantiasa dalam kebaikan penuh barakah dan dikaruniai nasib yang baik.” Maka aku diserahkan kepada mereka, kemudian mereka memandikan kepalaku dan menghiasiku, tidak pernah aku dikejutkan atas kedatangan seseorang dengan tiba-tiba kecuali saat kedatangan Rasulullah di waktu dhuha, kemudian mereka menyerahkanku kepada-nya.” (Mutafaqun ‘alaihi).
Judul Asli:
‘Atsyah Qudwatun Nisaa’ul Mu’minin wa Habiibatu Rasuulu Rabbul ‘Aalamiin
Penulis: Khalld Abu Shaleh | Edisi Indonesia:
UMMUL MU’MININ ‘
Penerjemah: Wafi’ Zaanuddin Lc,
Editor; Team At-Tibyan
Desain Sampul: Team At-Tibyan Layoiil Team At-Tibyar;
Penerbil: At-Tibyan - Sola Jl. KyaJ Mojo 5B, Solo, 57117
telp./Fax (0271| 652540
email: pustaka@at-tibyan.com, http://www.at-tibyan.com
Sahih Bukhari Volume 7, Buku 62, Nomer 64
Dikisahkan oleh ‘Aisha: Bahwa sang Nabi menikahinya ketika ia berusia enam tahun dan sang Nabi menyetubuhinya ketika dia berusia sembilan tahun, dan dia terus bersama sang Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi mati).
Sahih Muslim Buku 008, Nomer 3310:
‘A’isha (Allah berkenan padanya) melaporkan: Rasulullah (saw) menikahiku ketika aku berusia enam tahun, dan aku diterima di rumahnya pada waktu aku berusia sembilan tahun.
Sahih Bukhari Volume 7, Buku 62, Nomer 88
Dikisahkan oleh ‘Ursa: Sang Nabi menulis (kontrak kawin) dengan ‘Aisha ketika dia berusia enam tahun dan menyetubuhinya ketika dia berusia sembilan tahun dan dia tinggal bersama sang Nabi selama sembilan tahun (sampai Nabi mati).
Sahih Bukhari 5.234
Dikisahkan oleh Aisha: Sang Nabi bertunangan denganku ketika aku masih seorang gadis kecil berusia enam (tahun). Kami pergi ke Medina dan tinggal di rumah Bani-al-Harithn bin Khazraj. Lalu aku sakit dan rambutku rontok. Tak lama kemudian rambutku tumbuh (lagi) dan ibuku, Um Ruman, datang padaku ketika aku bermain ayunan bersama beberapa dari kawan perempuanku. Ibu memanggilku, aku pergi menghadapnya, tidak tahu apa yang dia inginkan dariku. Ibu memegang tanganku dan membawaku berdiri di depan pintu rumah. Aku tak bisa bernafas, dan ketika aku bisa bernafas lagi, dia (Ibu) mengambil air dan membilas wajah dan kepalaku. Lalu dia membawaku masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah kulihat perempuan2 Ansari yang berkata, “Salam sejahtera dan Berkat Allah dan semoga selamat.” Lalu dia (Ibu) menyerahkanku kepada mereka dan mereka mempersiapkanku (untuk perkawinan). Secara tak terduga, Rasul Allah datang padaku di pagi hari dan ibuku menyerahkanku kepadanya, dan pada saat itu aku adalah seorang gadis berusia sembilan tahun.
Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 90
Dinyatakan Aisha: Ketika sang Nabi menikahiku, ibu datang padaku dan membawaku ke dalam rumah (sang Nabi) dan TIDAK ADA YANG LEBIH MENGAGETKANKU SELAIN KEDATANGAN SANG NABI ALLAH PADAKU DI PAGI HARI.
FAKTA YANG MERUNTUHKAN IMAN!
Aisyah menceritakan berapa umurnya ketika menikah dengan Nabi, ia berkata, “Rasul menikahiku ketika aku berumur enam tahun dan aku masuk bersamanya ketika umur sembilan tahun, Aku pernah bermain ayunan kemudian Nabi mendatangi-ku untuk mengambil dan mempersiapkanku masuk rumahnya, dan gambarku diperlihatkan dalam sutra.” (HR Abu Dawud)
[1] ويسن أن لاتزوج الصغيرة حتى تبلغ “Disunnahkan untuk tidak mengawinkan (menikahkan) anak perempuan yang masih kecil sehingga ia baligh”. [lihat Hasyiyah al-Bajury, II/109. t.t. al-Haromain]. Mafhum muwafaqah dari pernyataan ini adalah adanya anjuran untuk menikahkan anak perempuan setelah ia baligh. Sedangkan mafhum mukhalafah nya adalah tidak dilarang menikahkan anak perempuan yang masih kecil.
[2] Liputan6.com, Ambarawa: Lutfiana Ulfa, bocah yang dinikahi Pujiono Cahyo Widiyanto atau Syekh Puji Agustus lalu, akhirnya memberikan keterangan pada polisi terkait pernikahan tersebut. Bocah yang belum genap berusia 12 tahun itu menyatakan menolak dipisahkan dengan Syekh Puji dan tetap akan menjadi istrinya.
Ulfa mengatakan, dirinya merasa senang dan aman di tempat Syekh Puji. "Saya heran mengapa orang-orang diluar sana meributkan saya," ucap Ulfa. Lebih lanjut Ulfa memohon doa dari teman-teman dan keluarga semua.
[3] Dalam literatur ‘keislaman’ dikenal Qawaid al-Fiqhiyah. Terkait dengan hal tersebut berbunyi العادة محكمة yang secara sederhana dapat diartikan bahwa hukum adat istiadat setempat bisa dijadikan sebuah hukum (dalam Islam pada sosial masyarakat setempat). Yang berdasarkan pada firman Allah swt (Q.S al-A’raf [7]:199), خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين (al-‘urf oleh ulama ushul fiqh ditafsiri dengan al-‘adat atau adapt istiadat) atau tingkah laku yang baik sebagaimana riwayat hadist dari al-Turmudzi yang disampaikan oleh imam al-Qurthuby menjelaskan tafsir ayat tersebut dengan redaksi وخالق الناس بخلق حسن.(lihat tafsir Qurthuby XVIII/228). Dan didukung juga dengan hadis dari riwayat dari Ibnu Mas’ud فما رآه المسلمون حسنا فهو حسن (الحديث).(lihat al-Duror al-Mustantsirah fi al-Ahadits al-Musytahirah, I/19) Akan tetapi qaidah tersebut untuk dapat dijadikan sebuah hukum bukannya tanpa persyaratan. Di antara syarat-syaratnya adalah; tradisi tersebut harus tidak terjadi sekali saja, dan tidak bertentangan dengan hukum syara’.
[4] Dep.Ag. RI, Al-Quran dan Terjemahnya.
[5] Al-Thabary, Tafsir al-Thabari, Juz VII, Hal 547-548.
[6] Dep.Ag. RI, Al-Quran dan Terjemahnya.
[7] Al-Qurthuby, Tafsir al-Qurthuby, Juz V, Hal 33-34.
[8] Muslim, Shahih Muslim, VII/246.
[9] Muslim, Shahih Muslim, VII/245.
[10] Al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, XII/282. dan Muslim, Shahih Muslim, VII/244.
[11] Al-Bukhary, Shahih al-Bukhary, VI/134
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “WAHYU DAN AKAL, IMAN DAN ILMU”
Posting Komentar