Surat al-Fiil
Makkiyah, terdiri dari lima ayat
Penamaannya:
Surat ini dinamakan Surat al-Fiil karena dimulai dengan penyebutan kisah para penunggang gajah: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuahnmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? (surat al-Fiil [105]: 1). Yakni tidak engkau tahu dengan seyakinnya apa yang telah diperbuat Tuhanmu Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa dengan Abrahah dari Habasyah (Abyssinia) panglima pasukan dari Yaman dan para pasukannya yang bermaksud menghancurkan Bait al-Haram (Ka’bah)?!
Korelasi (Munasabah) dengan surat sebelumnya:
Allah SWT menyebutkan dalam surat sebelumnya (al-Humazah) kondisi al-Humazah al-Lumazah yaitu orang mengumpulkan harta benda dan me-nyombongkan hartanya. Maka Allah menjelaskan bahwasanya harta bukanlah sesuatu yang mencukupi bagi Allah. Kemudian Allah menyebutkan dalam surat (al-Fiil) ini dalil akan hal tersebut dengan menceritakan kisah tentara bergajah yang jauh lebih kuat dari mereka (para penumpuk harta). Harta, jumlah (kwantitas) dan kekuatan mereka belum berarti apa-apa.
Cakupan (accommodation) surat al-Fiil:
Surat (al-Fiil) ini Makkiyah, terbatas menjelaskan kisah tentara bergajah yang percaya diri (tendentious) atas kekuatan, harta dan kekuasaan mereka untuk melakukan tindakan (penyerangan) dengan pasukan besar yang tidak terkalahkan. Kemudian Allah membinasakan mereka dari kelompok leluhur mereka ketika mereka bermaksud menghancurkan Ka’bah dengan pecahan batu dari Tuhan yang tergantung di kaki burung-burung kecil. Dan menjadikan mereka seperti dedaunan yang dimakan ulat (seperti sisa-sisa tanaman setelah panen yang dimakan binatang ternak) dan tertiup angina ke setiap tempat.
Sorotan sejarah atas kisah tentara bergajah:
Adalah di Yaman seorang jenderal dari kabilah Najasyi (kerajaan Habasyah, Abyssinia) bernama Abrahah bin al-Shabbah al-Asyram kakek dari Ashhamah al-Najasyi yang semasa dengan Nabi SAW. Ia (Abrahah) telah mem-bangun gereja besar yang diberi nama “al-Qullais” untuk mengalihkan ritual haji orang-orang Arab. Kemudian ada seorang dari kabilah Kinanah yang membuang kotoran (berak) di dalam gereja itu pada waktu malam. Lantas Abrahah marah dengan hal tersebut, ia pun bersumpah untuk menghancurkan Ka’bah karena terbakar amarah dengan cerita tersebut. Sejatinya ia ingin menaklukkan Makkah untuk menghubungkan Yaman dengan negeri-negeri Syam dan memperluas negeri-negeri Nasrani.
Maka ia pun mempersiapkan pasukan besar, disertai dengan banyak gajah, –ada yang menyatakan 12 ekor, ada juga yang berpendapat 100 ekor –, untuk membuat teror dan intimidasi. Kemudian ia (Abrahah) berangkan sampai di “al-Mughammas” suatu daerah yang dekat dengan Makkah, dia me-ngirimkan utusan kepada penduduk Makkah untuk mengabari mereka bahwa-sanya Abrahah datang tidak untuk memerangi mereka (penduduk Makkah), dia datang hanya untuk menghancurkan Ka’bah. Penduduk Makkah merasa berat dengan hal itu dan mereka sedih karenanya. Mereka bermaksud memberikan per-lawanan terhadap Abrahah. Akan tetapi mereka tahu bahwa tidak mampu melawan Abrahah dan pasukannya. Mereka kemudian mencari perlindungan ke gunung-gunung dan melihat apa yang akan terjadi, mereka tetap percaya bahwa Ka’bah adalah milik Tuhan yang akan menjaganya.
Ketika pasukan (bergajah) semakin dekat dari Makkah, Abrahah me-merintahkan agar merampas harta benda orang-orang Arab. Di antara harta yang dirampas itu terdapat unta milik milik Abdul Muthallib bin Hasyim kakek Nabi SAW. Pasukan Abrahah lalu menggiring unta-unta itu yang berjumlah 200 ekor. Abrahah kemudian mengutus Hanathah al-Humairi ke Makkah, memerintahkan-nya mendatangi pemuka kaum Quraisy dan mengabarkan kepadanya bahwasanya raja (Abrahah) datang tidak untuk memerangi mereka, kecuali mereka meng-halanginya dari al-Bait (Ka’bah). Datanglah Hanathah, penduduk Makkah me-nunjukkannya kepada Abdul Muthallib bin Hasyim. Ia menyampaikan apa yang dikatakan Abrahah. Abdul Muthallib kemudian berkata kepadanya: Demi Allah kami tidak bermaksud memeranginya, kami tidak mempunyai kekuatan untuk hal itu, ini Bait ALLAH al-Haram (yang mulia), bait kekasih-Nya Ibrahim. Dan jika Allah akan mencegahnya dari Ka’bah, maka itu adalah bait-Nya dan kemulian-Nya. Jika DIA membiarkannya, maka demi Allah, kami tidak bisa mencegah Abrahah darinya (Ka’bah).
Hanathah lantas berkata kepada Abdul Muthallib, pergilah bersamaku menghadap Abrahah. Kemudian Abdul Muthallib pergi bersama Hanathah. Saat Abrahah melihat Abdul Muthallib, ia pun memberikan penghormatan. Abdul Muthallib adalah seorang lelaki tinggi besar yang enak dilihat. Abrahah lalu turun dari singgasananya dan duduk bersama Abdul Muthallib di atas permadani dan menanyakan keperluan Abdul Muthallib. Abdul Muthallib berkata, keperluanku adalah raja mengembalikan kepadaku 200 ekor unta yang engkau ambil.
Abrahah heran dan berkata: akankah engkau membicarakan urusan 200 ekor unta milikmu yang aku ambil. Tidak mempedulikan bait (Ka’bah), rumah agamamu dan agama leluhurmu, aku datang untuk menghancurkannya. Tidakkah engkau akan membicarakanny denganku?
Abdul Muthallib kemudian berkata kepada Abrahah: sesungguhnya aku hanyalah pemilik (tuan) dari unta, dan al-Bait (Ka’bah) adalah milik Tuhan yang akan menjaganya darimu. Abrahah berkata: tidak ada yang akan menghalangi aku, kamu atau pun DIA.
Abdul Muthallib dan pemuka-pemuka Arab yang lain telah menawarkan kepada Abrahah 1/3 (sepertiga) kekayaan negeri Tihamah jika ia mau kembali dan meninggalkan al-Bait (Ka’bah). Abrahah tidak mau dan mengembalikan unta milik Abdul Muthallib. Abdul Muthallib kemudian pulang dan mendatangi pintu al-Bait (Ka’bah), ia bersama sekelompok orang Quraisy. Mereka membentuk lingkaran di pintu Ka’bah, berdo’a kepada Allah, memohon pertolongan atas Abrahah dan pasukannya.
Kemudian pasukan (Abrahah) bergerak kea rah al-Bait dan memasuki Makkah. Abrahah mengendarai gajah besar bernama “Mahmud”. Ketika mereka mengarah ke al-Haram (Ka’bah dan sekitarnya), si gajah (Mahmud) menderum dan tidak mau bangun. Sedangkan jika mengarah ke Yaman atau arah yang lain, ia bergegas jalan dengan cepat.
Pada hari berikutnya sewaktu Abdul Muthallib berdo’a, ia menoleh (ke atas), tiba-tiba ada segerombolan burung dari arah laut Yaman. Ia pun berkata, Demi Allah, ini burung yang aneh, bukan dari Najd, bukan juga dari Tihamah. Pada setiap terdapat batu di paruh dan kaki-kakinya. Batu-batu itu kemudian dijatuhkan ke atas pasukan Abrahah. Tidaklah batu-batu itu mengenai mereka, kecuali binasa. Pasukan Abrahah pun lari tunggang-langgang ke arah Yaman, berguguran di jalanan. Abrahah terkena batu di badannya, sendi-sendinya mulai terlepas satu persatu, dagingnya juga berjatuhan, sampai ia tiba di “Shan’a’” dan mati dengan kematian yang paling buruk.
Kekalahan ini membawa pengaruh besar bagi para sejarawan dan orang-orang Arab, mereka lantas menghormati kabilah Quraiys. Mereka berkomentar: orang-orang Quraisy adalah ahli Allah, Allah membela mereka, cukuplah permusuhan terhadap mereka. Dan mereka semakin mengagungkan al-Bait (Ka’bah) dan mempercayai kedudukannya di sisi Allah.
Allah bermaksud dengan kejadian ini mengagungkan Bait-Nya dan me-ninggikan kedudukannya serta mempersiapkan bangsa Arab untuk memikul kerasulan Islam (Risalah al-Islam) ke seluruh alam.
Peristiwa bersejarah tersebut sangat penting pada tahun kelahiran Nabi SAW tahun 570 M, yakni 40 tahun antara tahun gajah dan diangkatnya Nabi SAW menjadi Rasul. Dan di Makkah masih ada sekelompok orang yang menyaksikan peristiwa tersebut, yang mencapai batas tawatur/mutawatir ketika Nabi dilahirkan. Hal itu tidak lain merupakan pertanda keistimewaan (irhash) bagi Rasulullah SAW.
Kisah Pasukan Bergajah
1). Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap tentara bergajah [yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yaman yang hendak menghancurkan Ka'bah. sebelum masuk ke kota Mekah tentara tersebut diserang burung-burung yang melemparinya dengan batu-batu kecil sehingga mereka musnah]?
2). Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?
3). Dan dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,
4). Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5). Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Tafsir dan Penjelasan:
[ayat 1]. Apakah kamu tidak tahu dengan seyakinnya, seakan engkau menyaksikan peristiwa itu, dengan apa yang telah diperbuat Tuhanmu Yang Maha Agung lagi Maha Kuasa terhadap tentara bergajah, dalam arti Allah membinasakan mereka, memelihara Bait al-Haram, tidakkah pantas bagi kaummu agar mereka beriman kepada Allah SWT. Sementara orang-orang dari mereka menyaksikan peristiwa itu. Dimana bangsa Nashrani Habasyah yang menguasai Ymana ke Hijaz bermaksud merobohkan Ka’bah, ketika mereka dekat dari Makkah dan mau memasukinya, Allah SWT mengirimkan sekelompok burung-burung yang membawa batu yang dijatuhkan atas mereka, dan membinasakan mereka.
[ayat 2]. Allah SWT merusak rencana dan komplotan mereka. Artinya, tidakkah engkau memperhatikan bahwa Tuhanmu menjadikan tipu daya dan perencanaan serta usaha mereka untuk merobohkan Ka’bah, menjajah penduduk Makkah berada dalam kesesatan dari apa yang mereka maksudkan, dalam ke-musnahan dan kesia-siaan, sehingga mereka tidak sampai ke al-Bait, juga tidak sampai pada tujuan mereka dengan tipu daya mereka, justru Allah SWT mem-binasakan mereka. Tipu daya (al-Kaid) adalah bermaksud membahayakan orang lain tidak secara terang-terangan.
Ketika kaummu mengetahui hal ini, maka berilah peringatan mereka bahwa Allah SWT akan menghukum mereka dengan hukuman yang sama selama mereka senantiasa kafir kepada Allah SWT, Rasul-Nya SAW, kitab-Nya yang mulia, dan menghalangi manusia dari jalan iman yang benar kepada Allah SWT.
[ayat 3-4]. Allah SWT mengirimkan beberapa kelompok burung hitam secara terpisah. Mereka datang dari arah laut berkelompok-kelompok. Masing-masing burung membawa tiga buah batu; dua batu di kedua kakinya, dan satu batu di paruhnya, tidaklah batu itu mengenai sesuatu kecuali merusak dan membinasa-kannya. Batu tersebut kecil dari tanah liat yang mengeras (membatu) seperti biji kacang yang lebih besar dari kedelai. Ketika batu itu mengenai salah satu dari mereka, maka mereka membatu karenanya dan mengeluarkan bisul atau campak sampai mereka binasa.
[ayat 5]. Allah SWT menjadikan mereka sisa-sisa seperti dedaunan tanaman atau pepohonan ketika dimakan ulat, kemudian mengeluarkan kotoran-nya, maka Allah SWT membinasakan mereka semua.
Al-Bukhari mengeluarkan (hadits) bahwasanya: ketika Rasulullah SAW menguasai al-Tsaniyah pada hari Hudaibiyah atas orang-orang Quraisy, maka menderumlah unta beliau, para sahabat menghalaunya, ia pun tidak mau jalan. Para sahabat berkata: al-Qashwa’ (nama unta Nabi SAW) tidak mau jalan. Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Tidaklah al-Qashwa’ mogok, itu bukan kebiasaannya, akan tetapi Sang Penghalau tentara bergajah yang menahannya”. Lalu beliau bersabda lagi: “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, tidaklak kalian memintaku hari ini akan urusan yang mengagungkan kehormatan Allah, kecuali aku memenuhinya”. Setelah itu beliau menghalau al-Qashwa’ dan ia pun bangkit.
Dalam Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) disebutkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda pada penaklukan (fath) Makkah: “Sesungguhnya Allah memelihara Makkah dari gajah, Allah menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang mukmin. Sesungguhnya telah kembali kehormatannya telah kembali pada hari ini seperti kehormatannya kemarin, ingatlah, hendaklah yang menyaksikan menyampaikan kepada yang tidak me-nyaksikan.
Fiqh al-Hayat (Hukum-hukum):
1). Khitab (percakapan) ini sekalipun untuk Nabi SAW, akan tetapi umum, yakni tidakkah kalian memperhatikan apa yang telah aku perbuat dengan tentara bergajah? Kalian telah melihat hal itu, dan kalian tahu tempat anugerahku atas kalian, lantas kenapa kalian tidak beriman?
2). Peristiwa itu menunjukkan atas kekuasaan Allah Sang Maha Pencipta, ilmu-Nya dan hikmah-Nya, serta kemuliaan nabi Muhammad SAW, karena bisa saja mendahulukan mu’jizat dari zaman al-Bi’tsah (pengangkatan nabi) sebagai dasar kenabian dan menjadi indikasi. Oleh karena itu mereka berkata: awan menaungi Muhammad SAW. Abu Hayyan berkata: pengusiran musuh yang besar tersebut pada tahun kelahiran Nabi SAW al-Sa’id menjadi indikasi akan ke-nabiannya; ketika datangnya burung-burung yang diceritakan dari mulut ke mulut termasuk sesuatu di luar kebiasaan. Begitu juga mukjizat di tangan para nabi-nabi alaihimus shalatu was salam. Sungguh sia-sia belaka tipu daya mereka. Allah SWT membinasakan mereka dengan selemah-lemah bala tentara-Nya, yaitu burung yang tidak mempunyai kebiasaan membunuh.
3). Kisah tersebut juga menunjukkan atas pengagungan Allah SWT pada Ka’bah, pemberian nikmat-Nya atas kaum Quraisy dengan menghalangi musuh dari mereka. Maka wajib atas mereka segera beriman dengan kerasulan Muhammad SAW, menyembah Allah SWT, dan bersyukur atas segala nikmat-Nya.
4). Diutusnya burung atas mereka menjadi indikasi (keistimewaan) Nabi SAW. Sedangkan setelah penetapan kenabian beliau, maka tidak dibutuhkan lagi adanya indikasi tersebut. Karena itu al-Hajjaj tidak diadzab karena merobohkan al-Bait. Sebab ia tidak bermaksud merobohkan Ka’bah. Ia menginginkan hal lain yaitu membunuh Ibn al-Zubair.
5). Kerusakan dan kebinasaan serta bentuk mereka setelah dilempari batu diserupakan dengan rupa yang buruk dan hina yang atas hinanya kekafiran mereka, kerdilnya jiwa mereka dan penghinaan mereka kepada Allah SWT. Bentuk itu seperti dedaunan kering atau jerami yang tertiup angin, dimakan ulat dan dikeluarkan kotorannya, yakni seperti kotoran hewan. Hal itu juga me-nunjukkan atas ketidak kekalan mereka. Karena menyamakan potongan anggota tubuh dengan bagian-bagian kotoran hewan.
Hanya saja penyerupaan semacam ini datang atas paradigma al-Qur’an dalam etikanya yang luhur. Semisal firman Allah SWT mengenai penyerupaan (tasybih) nabi ‘Isa dan ibunya: “kedua-duanya biasa memakan makanan…” [maksudnya ialah: bahwa Isa a.s. dan ibunya adalah manusia, yang memerlukan apa yang diperlukan manusia, seperti makan, minum dan sebagainya]. (al-Maidah [5]: 75.
Sesungguhnya Allah menguasakan (menurunkan) adzab atas pasukan bergajah dan tidak menurunkan adzab atas kaum kafir Quraisy yang memenuhi Ka’bah dengan berhala-berhala; karena tentara bergajah bermaksud merobohkan Ka’bah, ini dianggap haqq atas manusia (al-‘ibad). Sementara meletakkan arca-arca di Ka’bah –oleh kaum kafir Quraisy– mereka maksudkan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT, dan hal itu terhitung sebagai haqq atas Allah SWT. Hak-hak para hamba (manusia) didahulukan atas hak-hak Allah SWT.
6). Ibnu Mas’ud berkata: ketika burung melemparkan batu, Allah me-merintahkan angin, maka hal itu semakin sangat parah terasa. Batu-batu tersebut tidaklah mengenai seseorang kecuali menjadikannya binasa. Dari mereka hanya selamat seorang lelaki dari kabilah Kindah.
Diriwayatkan juga bahwasanya batu-batu tersebut tidaklah mengenai semua (tentara Abrahah). Akan tetapi mengenai orang-orang yang dikehendaki Allah SWT saja dari mereka –pasukan Abrahah–. Sudah (dijelaskan) dalam cerita sejarah bahwa pempimpin mereka Abrahah kembali bersama sekelompok pasukan kecil yang sedikit jumlahnya. Ketika mereka mengabarkan dengan apa yang mereka lihat, binasalah mereka. Hal itu sebagai tauladan dan nasehat.
7). Ibn Ishaq berkata: ketika Allah SWT mengusir orang-orang Habasyah dari Makkah, maka orang-orang Arab menghormati kaum Quraisy. Mereka berkata: orang-orang Quraisy adalah Ahli Allah, Allah membela mereka, cukuplah membuat permusuhan dengan mereka; maka hal tersebut menjadi nikmat dari Allah SWT atas mereka (kaum Quraisy). [wallohu a’lam]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “Makna Surat al-Fiil”
Posting Komentar